Jumat, 29 Mei 2009

مَوْلِد النُّورِ

حياة النبيّ ِ

ظلّت الكعبةُ المشرفةُ التي بناها إبراهيم و إسماعيلُ عليهما السلامُ في مكّةَ هي بيتِ اللهِ الحرامَ الذي يحُجُّ إليهِ العربُ من كافّةِ أرجاءِ جزيرةِ العربِ كلَّ عامٍز ولكنْ معَ مروررِ الزمانِ بدأ الناسُ يعبدون الأصنامَ ويضعونَهاحول الكعبةِ للتَّبرُّك بها.

وكان اهتمامُ العربِ بالكعبةِ وتعظيمُهم لها يُثيرُ غَيرَةَ و حسدَ كثيرٍ مِن الملوكِ مالحكامِ في بلادِ المجاوِرةِ ، وكان أبرهةُ الحبشِيُّ ملِكُ اليمنِ مِن أشدِّ هؤلاء غيظاً وحِقداً مِن تلك المكانةِ التي تحظى بها الكعبةُ في قلوبِ العربِ.

بنى أبرهةُ كنِيسةً عظيمةً سمّاها القلَّيْس ، كنتْ أكبرَ وأجملَ بِناءٍ شهِدَه العربُ ، وأراد أبرهةُ أنْ يصرِفَ الناسَ عن الذَهابِ إلى الكعبة ، ويحُجُّ إلى القلَّيْس بدلاً منها ، لكنّ العربَ لمْ يهتمّوا بأمر تلك الكنيسةِ ، ولمْ يذهبْ أحدٌ لزيارتِها.
غضِبَ أبرهةُ غَضَباً شديداً ، وجهَّز جَيْشًاكبيرًا ، جعل على مُقدّمتِه فيلاً ضخمًا ، وخرجَ إلى مكّةَ يريدُ هدْمَ الكعبةِ ، وحِينما علِمَ العربُ بذلك خرجتْ بعضُ القبائلِ لقتالِه ، ولكنّه هزَمَهم وانتصرَ عليهم.

أمرَ أبرهةُ جنودَهُ بالتقدُّمِ نحو الكغبةُ لهدْمِها ، ولكنّ الفيلَ بركَ على الأرضِ ورفضَ التحركَ مِن مكانتِه ، وكان الجنودُ كُلَّما وجَّهوه نحوَ جهةٍ أخرى يقومُ مُسرِعًا ، فإذا ما وجّهوه نحو الكعبةِ برك مرّةً أُخرى ، ورفض التحرُّكَ.

وفجأةً أظلمتِ السماءُ ، وغطّتِ المكانَ سحابَةٌ كبيرةٌ سوداءُ ، كانتِ السحابةُ عبارةً عنْ مجموعةٍ ضخْمةً من الطيورِ الصغيرةِ. راحَتِ الطيورُ تُلقي بقِطَعٍ صغيرةٍ من الحجارةِ على أبرهةَ وجنودِهِ ، فكانتْ هذه الحجارةُ لا تُصيبُ أحدًا منهم إلا أهلكتْه. وأسرع مَن نجا مِنهم بالهربِ ، والعودَةِ إلى اليمنِ ، وسمّى الناسُ هذا العامَ –عامَ الفيل- وفيهِ وُلِدَ النبيُّ ص.م

كان النبيُّ –محمّدٌ ص.م- مايزالُ جنينًا في بطن أمِّه عندَما ماتَ أبوه –عبدُ الله بنُ عبدِ المطّلِبِ- وهو في طريق عودَتِه مِن رحلةٍ تجاريَّةٍ إلى الشامِ فدُفنَ في المدينةِ عند أخوالِه من بني النجارِ.

وحينما وضعتِ السيِّدةُ آمنةُ بنتُ وهبٍ مولودَها ، فرِح به جدُّه عبدُ المطّلِبِ فرحًا شديدًا ، وسمّاه محمّدًا

وكان مِن عادَةِ العربِ أنْ يرسِلوا مواليدَهم غلى الباديةِ مع المرضعاتِ ، لينشئوا أقوياءَ الجسمِ فصحاءَ اللسانِ.

وكان الوليدُ محمّدٌ ص.م مِن نصيبِ السيّدةِ حليمةَ السعْديَّةِ، فأخذتْه معها إلى ديارِ قومِها بني سعدٍ.

عاشَ محمّدٌ ص.م في ديارِ بني سعدٍ نحو أربع سنوات ، وكان وجودُه بينَهم سَبَبَ خَيرٍ وبركةٍ كثيرةٍ عليهم ، ثمَّ عادَ بعدَ ذلك إلى مكّةَ ليعيش في أحضان أمِّه شهورًا قليلةً ، وكأنّه يوَدِّعُها قبل أن ترحلَ عن هذه الدنيا

Selasa, 26 Mei 2009

‘ATHA ’ BIN ABI RABAH

-->
"Saya tidak melihat orang yang mencari ilmu karena Allah,kecuali tiga orang yakni:
'Atha',Thawus,dan Mujahid."Salamah bin Kuhail
Kita sekarang memasuki sepuluh hari terakhir bulan Dzul Hijjah tahun 97 H.Dan rumah tua (Ka'bah)ini disesaki oleh tamu-tamu Allah dari segala penjuru;para pejalan kaki dan para pengendara,Tua dan muda,Laki-laki dan perempuan,berkulit hitam dan putih; orang arab dan non Arab serta tuan dan ada yang dipertuan alias rakyat. Mereka semua telah datang menghadap Raja manusia dengan khusyu'seraya bertalbiyah dan mengharapkan pahala Allah.
Tersebutlah, Sulaiman bin Abdul Malik,seorang Khalifah kaum muslimin dan salah seorang raja agung yang pernah bertahta di muka bumi sedang berthawaf di sekeliling Ka'bah dengan kepala terbuka dan bertelanjang kaki.Dia hanya mengenakan kain sarung dan selendang.Kondisinya kala itu sama seperti saudara-saudaranya fillah yang menjadi rakyat jelata.Sementara di belakangnya ada dua orang putranya,keduanya adalah dua anak muda yang keceriaan wajahnya bagaikan bulan purnama dan wangi dan kilauannya ibarat bunga yang sedang mekar. Begitu khalifah menyelesaikan thawafnya,beliau menengok ke arah salah seorang pengawalnya sembari berkata, "Di mana sahabatmu?" Orang itu menjawab, "Dia di sana sedang shalat," Sambil menunjuk ke pojok Barat Masjid Al-Haram. Lalu Khalifah dengan diikuti kedua putranya menuju tempat yang ditunjuk oleh pengawal tersebut.
Para pengawal pribadinya ingin mengikuti khalifah guna melebarkan jalan bagi dan melindunginya dari suasana berdesak-desakan.Akan tetapi Khalifah melarang mereka melakukan hal itu sembari berkata, "Para raja dan rakyat jelata sama kedudukannya di tempat ini.Tidak seorang pun yang lebih mulia dari orang lain,kecuali berdasarkan penerimaan (terhadap amalnya) dan ketakwaan.Boleh jadi ada orang yang kusut dan lusuh berdebu datang kepada Allah, lalu Allah menerima ibadahnya dan pada saat yang sama,para raja tidak diterima oleh-Nya.
Kemudian Khalifah berjalan menuju orang tersebut,lalu dia mendapatinya masih melaksanakan shalat, khusyu' di dalam ruku'dan sujudnya. Sedangkan orang-orang duduk di belakang,di sebelah kanan dan kirinya,lalu Khalifah duduk di barisan paling belakang dari majlis tersebut dan mendudukkan kedua anaknya di situ.
Mulailah dua anak muda Quraisy ini mengamati laki-laki yang dituju Amirul mu'minin (bapak mereka) dan duduk bersama orang-orang awam lainnya; menunggunya hingga selesai dari shalatnya. Ternyata orang itu adalah seorang tua yang berasal dari Habasyah, berkulit hitam, berambut keriting lebat dan pesek hidungnya. Jika dia duduk tampak bagaikan gagak hitam.
* * *
Ketika orang itu telah selesai dari shalatnya, dia menoleh ke arah dimana Khalifah berada.Lalu Sulaiman bin Abdul Malik, sang khalifah memberi salam dan orang itu membalasnya.
Saat itulah Khalifah menyongsongnya dan bertanya tentang manasik haji, dari satu hal ke hal lainnya, dan orang itu menjawab setiap pertanyaan dengan jawaban yang rinci sehingga tidak memberikan kesempatan lagi bagi si penanya untuk bertanya lagi. Dan dia juga menisbahkan setiap perkataan yang diucapkannya kepada sabda Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.
Ketika Khalifah telah selesai mengajukan pertanyaannya, beliau mengucapkan, "Mudah-mudahan Allah membalas anda dengan kebaikan," dan beliau berkata kepada kedua putranya, "Berdirilah," lalu keduanya berdiri. Kemudian mereka bertiga berlalu menuju tempat sa'i. Ketika mereka bertiga di pertengahan jalan menuju tempat sa'i, antara Shafa dan Marwa, kedua anak muda itu mendengar ada orang-orang yang berseru, "Wahai kaum muslimin, siapapun tidak boleh memberi fatwa kepada orang-orang di tempat ini, kecuali 'Atha'bin Abi Rabah. Dan jika dia tidak ada, maka Abdullah bin Abi Najih. Maka salah satu dari kedua anak muda itu menoleh kepada ayahnya seraya berkata, "Bagaimana mungkin pegawai Amirul mu'minin bisa menyuruh orang-orang supaya tidak meminta fatwa kepada siapapun selain kepada 'Atha'bin Abi Rabah dan sahabatnya kemudian kita telah datang meminta fatwa kepada orang ini? seorang yang tidak peduli
terhadap kehadiran Khalifah dan tidak memberikan penghormatan yang layak terhadapnya?"
Maka Sulaiman berkata kepada putranya, "Orang yang telah kamu lihat -wahai anakku-dan yang kamu lihat kita tunduk di depannya inilah 'Atha'bin Abi Rabah, pemilik fatwa di Masjid Haram dan pewaris Abdullah bin Abbas di dalam kedudukan yang besar ini." Kemudian Khalifah melanjutkan perkataannya, "Wahai anakku, tuntutlah ilmu, karena dengan ilmu orang rendah akan menjadi mulia, orang yang malas akan menjadi pintar dan budak-budak akan melebihi derajat raja."
* * *
Perkataan Sulaiman bin Abdul Malik kepada putranya tentang masalah ilmu tidaklah berlebihan. Karena 'Atha' bin Abi Rabah pada masa kecilnya adalah hamba sahaya milik seorang perempuan penduduk Mekkah. Akan tetapi, Allah 'Azza wa Jalla memuliakan budak Habasya ini, dengan meletakkan kedua kakinya semenjak kecil di jalan ilmu. Dia membagi waktunya menjadi tiga bagian: Satu bagian untuk majikan perempuannya, mengabdi kepadanya dengan sebaik-baik pengabdian dan memberikan hak-haknya dengan sempurna. Dan satu bagian dia jadikan untuk Tuhannya. Waktu ini dia gunakan untuk beribadah dengan sepenuh-penuhnya, sebaik-baiknya dan seikhlas-ikhlasnya kepada Allah 'Azza wa Jalla. Dan satu bagian lagi dia jadikan untuk mencari ilmu. Dia banyak berguru kepada sahabat-sahabat Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam yang masih hidup, dan menyerap ilmu-ilmu mereka yang banyak dan murni. Dia berguru kepada Abu Hurairah, 'Abdullah bin Umar, 'Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Az-Zubair dan sahabat-sahabat mulia lainnya radliyallâhu 'anhum, sehingga hatinya dipenuhi ilmu, fiqih dan riwayat dari Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.
* * *
Ketika Majikan perempuannya melihat bahwa budaknya telah menjual jiwanya kepada Allah dan mewakafkan hidupnya untuk mencari ilmu, maka dia melepaskan haknya terhadap 'Atha', kemudian memerdekakannya sebagai bentuk taqarrub kepada Allah 'Azza wa Jalla, Mudah-mudahan Allah menjadikannya bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin.
Semenjak hari itu, 'Atha'bin Abi Rabah menjadikan Baitul Haram sebagai tempat tinggalnya, sebagai rumahnya, tempat dia berteduh dan sebagai sekolah yang didalamnya itu dia belajar, sebagai tempat shalat yang dia bertaqarrub kepada Allah dengan penuh ketakwaan dan keta'atan. Hal ini membuat ahli sejarah berkata, "Masjid Haram menjadi tempat tinggal 'Atha'bin Abi Rabah kurang lebih dua puluh tahun."
* * *
'Atha'bin Abi Rabah seorang tabi'i yang mulia ini telah sampai kepada kedudukan yang sangat tinggi di bidang ilmu dan sampai kepada derajat yang tidak dicapai, kecuali oleh beberapa orang semasanya. Telah diriwayatkan bahwa 'Abdullah bin Umar sedang menuju ke Mekkah untuk beribadah umrah. Lalu orang-orang menemuinya untuk bertanya dan meminta fatwa, maka 'Abdullah berkata, "Sesungguhnya saya sangat heran kepada kalian, wahai penduduk Makkah, mengapa kamu mengerumuniku untuk menanyakan suatu permasalahan, sedangkan di tengah-tengah kalian sudah ada 'Atha' bin Abi Rabah?!"
* * *
'Atha' bin Abi Rabah telah sampai pada derajat agama dan ilmu dengan dua sifat: Pertama: Bahwa dia menjadikan dirinya sebagai pemimpin atas jiwanya. Dia tidak memberikan kesempatan padanya untuk bersenang-senang dengan sesuatu yang tidak berguna.
Kedua: Bahwa dia menjadikan dirinya sebagai pemimpin atas waktunya. Dia tidak membiarkannya hanyut di dalam perkataan dan perbuatan yang melebihi keperluan.
Muhammad bin Suqah bercerita kepada pengunjungnya, "Maukah kamu mendengar suatu ucapan, barangkali ucapan ini dapat memberi manfaat kepadamu, sebagaimana ia telah memberi manfaat kepadaku?" Mereka berkata, "Baik." Dia berkata, "Pada suatu hari, 'Atha' bin Abi Rabah menasehatiku, Dia berkata, 'Wahai keponakanku, Sesungguhnya orang-orang sebelum kami dahulu tidak menyukai perkataan yang sia-sia." Lalu aku berkata, 'Dan apa perkataan yang sia-sia menurut mereka?'' Atha'berkata, 'Dahulu mereka menganggap setiap perkataan yang bukan membaca atau memahami Kitab Allah 'Azza wa Jalla sebagai perkataan sia-sia. Demikian pula dengan bukan meriwayatkan dan mengkaji hadits Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wasallam atau menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar atau ilmu yang dapat membuat kita dekat kepada Allah Ta'ala atau kamu berbicara tentang kebutuhanmu dan ma'isyahmu yang harus dibicarakan. Kemudian dia mengarahkan pandangannya kepadaku dan berkata, Apakah kamu mengingkari?
Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu)" (Al-Infithar: 10)
Dan bersama setiap kamu ada dua malaikat "Seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir "(Qaaf,ayat:17-18).
Kemudian dia berkata, "Apakah salah seorang di antara kita tidak malu, jika buku catatannya yang dia penuhi awal siangnya dibuka di depannya, lalu dia menemukannya apa yang tertulis di dalamnya bukan urusan agamanya dan bukan urusan dunianya."
* * *
Allah Azza wa Jalla benar-benar menjadikan ilmu 'Atha' bin Abi Rabah bermanfaat bagi banyak golongan manusia. Di antara mereka ada orang-orang yang khusus ahli ilmu dan ada orang-orang pekerja dan lain-lainnya.
Imam Abu Hanifah An-Nu'man bercerita tentang dirinya. Dia berkata: Aku telah berbuat kesalahan dalam lima bab dari manasik haji di Makkah, lalu tukang cukur mengajariku, yaitu bahwa kalu aku ingin mencuckur rambutku supaya aku keluar dari ihram, lalu aku sewaktu hendak cukur, aku berkata, "Dengan bayaran berapa anda mencukurrambutku?" Maka tukang cukur itu menjawab: “Semoga Allah memberi petunjuk kepada Anda.”
Ibadah tidak disyaratkan dengan bayaran, duduklah dan berikan sekedar kerelaan. "Maka aku merasa malu dan aku duduk, namun aku duduk dalam keadaan berpaling dari arah kiblat. Lalu tukang cukur itu menoleh ke arahku supaya aku menghadap kiblat, dan aku menurutinya, dan aku semakin grogi. Kemudian aku menyilakannya supaya dia mencukur kepalaku sebelah kiri, tetapi dia berkata, "Berikan bagian kanan kepala Anda, lalu aku berputar. Dan mulailah dia mencukur kepalaku, sedangkan aku terdiam sambil melihatnya dan merasa kagum kepadanya. Lalu dia berkata kepadaku, "Kenapa Anda diam? Bertakbirlah." Lalu aku bertakbir, sehingga aku berdiri untuk siap-siap pergi. Lalu dia berkata: “Ke mana Anda akan pergi?” Maka aku menjawab, "Aku akan menuju kendaraanku." Lalu dia berkata, “Shalatlah dua rakaat, kemudian pergilah kemana Anda suka." Lalu aku shalat dua rakaat dan aku berkata di dalam hati, "Seorang tukang cukur tidak akan berbuat seperti ini, kecuali dia adalah orang yang berilmu." Maka aku berkata kepadanya: “Dari mana Anda dapatkan manasik yang Anda perintahkan kepadaku ini?” Maka dia berkata: “Demi Allah, aku telah melihat 'Atha' bin Abi Rabah melakukannya lalu aku mengikutinya dan aku mengarahkan orang lain kepadanya.
* * *
Dunia telah berdatangan kepada 'Atha' bin Abi Rabah namun dia berpaling dan menolaknya dengan keras. Dia hidup sepanjang umurnya hanya dengan mengenakan baju
yang harganya tidak melebihi lima dirham.
Para khalifah telah mengundangnya supaya dia menemani mereka. Akan tetapi bukannya dia tidak memenuhi ajakan mereka, karena mengkhawatirkan agamanya daripada dunianya; akan tetapi disamping itu dia datang kepada mereka jika dalam kedatangannya ada manfaat bagi kaum muslimin atau ada kebaikan untuk Islam.
Di antaranya seperti yang diceritakan oleh Utsman bin 'Atha' Al-Khurasani, dia berkata, "Aku di dalam suatu perjalanan bersama ayahku, kami ingin berkunjung kepada Hisyam bin Abdul Malik. Ketika kami telah berjalan mendekati Damaskus, tiba-tiba kami melihat orang tua di atas Himar hitam, dengan mengenakan baju jelek dan kasar jahitannya.serta memakai jubah lusuh dan berpeci. Tempat duduknya terbuat dari kayu, maka aku tertawakan dia dan aku berkata kepada ayah, "Siapa ini?"
Maka ayah berkata, "Diam, ini adalah penghulu ahli fiqih penduduk Hijaz 'Atha' bin Abi Rabah."
Ketika orang itu telah dekat dengan kami, ayah turun dari keledainya. Orang itu juga turun dari himarnya, lalu keduanya berpelukan dan saling menyapa. Kemudian keduanya kembali menaiki kendaraannya,sehingga keduanya berhenti di pintu istana Hisyam bin Abdul Malik. Ketika keduanya telah duduk dengan tenang, keduanya dipersilakan masuk. Ketika ayah telah ke luar, aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku, tentang apa yang Anda berdua lakukan, maka ayah berkata, "Ketika Hisyam mengetahui bahwa 'Atha'bin Abi Rabah berada di depan pintu, beliau segera mempersilakannya masuk-dan demi Allah, aku tidak bisa masuk, kecuali karena sebab dia, dan ketika Hisyam melihatnya, beliau berkata, “Selamat datang, selamat datang. Kemari, kemari,” dan terus beliau berkata kepadanya, “Kemari, kemari,” sehingga beliau mempersilakan duduk bersamanya di atas permadaninya, dan menyentuhkan lututnya dengan lututnya.
Dan di antara orang-orang yang duduk adalah orang-orang besar, dan tadinya mereka berbincang-bincang lalu mereka terdiam. Kemudian Hisyam menghadap kepadanya dan berkata, "Apa keperluan Anda wahai Abu Muhammad?" 'Atha'berkata, "Wahai Amirul Mu'minin, Penduduk Haramain (Makkah dan Madinah) adalah penduduk Allah dan tetangga Rasul-Nya, berikanlah kepada mereka rizki-rizki dan pemberian-pemberian. Maka Hisyam menjawab, "Baik. Wahai ajudan, tulislah untuk penduduk Makkah dan Madinah pemberian-pemberian dan rizki-rizki mereka untuk waktu satu tahun.”
Kemudian Hisyam berkata, “Apakah ada keperluan lain wahai Abu Muhammad?" 'Atha' berkata, "Ya wahai Amirul mu'minin, penduduk Hijaz dan penduduk Najd adalah inti Arab dan pemuka Islam, maka berikanlah kepada mereka kelebihan sedekah mereka." Maka Hisyam berkata, "Baik. Wahai ajudan, tulislah, bahwa kelebihan sedekah mereka dikembalikan kepada mereka."
"Apakah ada keperluan lain selain itu wahai Abu Muhammad?" Dia berkata: “Ya, wahai Amirul mu'minin. Kaum muslimin yang menjaga di perbatasan, mereka berdiri di depan musuh-musuh Anda, dan mereka akan membunuh setiap orang yang berbuat jahat kepada kaum muslimin, maka berikanlah sebagian rizki kepada mereka, karena kalau mereka mati, maka perbatasan akan hilang."
Maka Hisyam berkata, "Baik. Wahai ajudan, tulislah, supaya dikirim rizki kepada mereka."
"Apakah ada keperluan lain wahai Abu Muhammad?"
'Atha' berkata, "Ya,wahai Amirul mu'minin. Orang-orang kafir dzimmi supaya tidak dibebani dengan apa yang mereka tidak mampu, karena apa yang Anda tarik dari mereka adalah merupakan bantuan untuk Anda atas musuh Anda."
Maka Hisyam berkata, "Wahai ajudan, tulislah untuk orang-orang kafir dzimmi, supaya mereka tidak dibebani dengan sesuatu yang mereka tidak mampu."
"Apakah ada keperluan lain wahai Abu Muhammad?”
'Atha' berkata: “Ya, Bertakwalah kepada Allah di dalam diri Anda wahai Amirul mu'minin, dan ketahuilah bahwa Anda diciptakan di dalam keadaan sendiri, dan anda akan mati didalam keadaan sendiri, dan Anda akan dibangkitkan di dalam keadaan sendiri dan Anda akan dihisab dalam keadaan sendiri dan demi Allah tidak seorang pun dari orang yang Anda lihat bersama Anda."
Maka Hisyam menyungkurkan wajahnya ke tanah dan menangis, lalu 'Atha' berdiri dan aku berdiri bersamnya. Dan ketika kami telah sampai ke pintu, ternyata ada seseorang yang mengikuti 'Atha' dengan membawa kantong, dan aku tidak tahu apa yang ada di dalamnya, dan orang itu berkata kepadanya, "Sesungguhnya Amirul mu'minin mengirim ini kepada Anda." Maka 'Atha' berkata, "Maaf aku tidak akan menerima ini."
"Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu;upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam "(Asy-Syuara',ayat:109)
Demi Allah, sesungguhnya 'Atha' menemui Khalifah dan keluar dari sisinya tanpa meminum setetes air pun.
* * *
Selanjutnya 'Atha' bin Abi Rabah dikaruniai umur panjang hingga seratus tahun. Umur itu dia penuhi dengan ilmu, amal, kebaikan dan takwa. Dan dia membersihkannya dengan zuhud dari kekayaan yang ada di tangan manusia dan sangat mengharap ganjaran yang ada di sisi Allah.
Ketika dia wafat, dia di dalam keadaan ringan dari beban dunia. Banyak berbekal dengan amal akhirat. Selain itu, dia melakukan ibadah haji sebanyak tujuh puluh kali, beliau melakukan di dalammya 70 kali wukuf di arafah.
Di sana dia memohon kepada Allah keridhaan-Nya dan surga-Nya.
Dan memohon perlindungan kepada-Nya dari murka-Nya dan dari neraka-Nya.

Tarjamah: Min Suari Hayatut Taabi'iin

Sabtu, 23 Mei 2009

Suka dan Duka

-->
Dua sisi dalam kehidupan manusia, Suka dan Duka. Ibarat dua sisi keping uang logam. Dapat dibedakan namun tak mungkin dipisahkan. Sukacita dan dukacita pada dasarnya sama dalam adonan tawa dan air mata, yang satu di depan dan yang lain di belakang, keduanya datang silih berganti.
Namun, bila direnungkan dengan hati yang jujur, kita mestinya merasa beruntung, di dunia ini banyak persediaan duka dan air mata, karena tanpanya kita tidak akan pernah tahu bagaimana menghargai suka dan bahagia itu.
Sukacita adalah dukacita yang terbuka tutupnya, dari sumber yang sama, yang mengalirkan tawa dan air mata. Dan tak mungkin yang satu dapat mengeluarkan yang lain. Tak ada senyum dalam duka, yang ada uraian air mata. Dan bibirpun kan tersenyum dikala bahagia menyapa.
Semakin dalam duka lara menggores sukma, semakin mampu hati menampung tawa bahagia. Bukankah piring dan gelas dipanasi waktu pembuatannya? Bukankah gitar penghibur hati, pernah disakiti kala pembuatannya?
Ketika sukacita menguasai, bercerminlah dalam lubuk hati. Kita akan dapati goresan-goresan duka dan derita yang memberi bahagia. Apabila dukacita bertahta, tengoklah lubuk hati, disana ada guratan-guratan peristiwa yang akan kita syukuri.
Hidup berisi suka, bahagia, duka dan derita, beraduk dalam canda tawa dan air mata. Tinggal bagaimana kita manusia, menerima dan menafsirkan suatu peristiwa.

Rabu, 20 Mei 2009

AKU BODOH

Saya memang bodoh, tak bisa membedakan yang haq dan bathil.
Saya pecundang, tak bisa tegas melihat kemungkaran
Imanku lemah, hanya hati yang tak pernah berhenti mencaci
tapi lisan dan lakuku telah mengingkari keinginan hati.
Aku Bodoh....!

Selasa, 19 Mei 2009

AKU LEMAH

ingin kubungkam mulutmu.
kata yang terlontar seperti peluru yang kau tembakkan tepat di jantungku
Ingin kuhapus, tulisanmu
jejak kata bagai granat yang meledakkan jiwa-jiwa hampaku
Tapi apa dayaku?
Kau menikamku, aku akan hanya akan tersenyum
tersenyum sinis tak bisa berbuat apa-apa
Kau... membuatku "mati"
tapi Allah membiarkan hatiku tetap mencintaimu
Cintaku padamu, kelemahanku.
Aku tak bisa membalas lakumu.
bukan karena aku tak sanggup
rasa sayangku membuatku tak tega
ukhti........
Kenapa?

Senin, 18 Mei 2009

Ukhti yang Suci

Ukhti....
Aku menyesal kenapa kaumesti tahu semua ini
Kini kau tersiksa karenaku
Tersiksa karena tak pernah kau ungkapkan resahmu
Mungkin kau lupa satu hal
AKU PERASA...
Aku membaca yang tak mereka baca
Sorot matamu, aku melihat kegundahan dan ketidak sukaanmu.
Caramu menghindar, seperti melihat hal yang menjijikkan.
ukhti...
Maafkan.... Aku begitu malu padamu
entah bagaimana saya harus bersikap
Kau terlalu Suci bagiku
dan tulisanmu...
Ah, entah kenapa seperti belati yang mengoyak hati
tulisanmu, air mataku.
tulisanmu, bui kebebasanku.
tulisanmu, tamparan buatku.
Mungkin aku pantas menerimanya.
tapi ukhti...
kalau kau memang peduli, kenapa tak tegur?
Kalau kau memang tak suka, kenapa tak kau ungkapkan?
takut menyakitiku?
Aku lebih sakit dengan caramu yang seperti ini.
Ukhti...
Kau tahu aku tersesat, mengapa tak kau tuntun diriku?
Kau tahu aku tenggelam, mengapa tak kau ulurkan tanganmu?
dan kau tahu? aku menggapai-gapai mencari pegangan tapi tak ada yang pdulikanku, termasuk kau.
Aku terasing, kau tak menyapa.
membiarkanku bingung tak tahu arah.
dan diammu, diamnya SYAITHAN. Pahamilah!!!

Nasehat Imam Ghazali

Iman Ghazali : Wahai murid-muridku, apa yang paling JAUH dari kehidupan ini?

Murid : Matahari, bulan, bintang, planet dan lain-lain.

Imam Ghazali : Sesungguhnya yang paling jauh dari kehidupan ini adalah WAKTU yang telah berlalu karena ia tidak akan pernah kembali.

Imam Ghazali : Wahai muridku, menurutmu apa yang paling DEKAT dari kehidupan kita ini?

Murid : Suami, isteri, anak, harta, kerabat.

Imam Ghazali : Sesungguhnya yang paling dekat dari kehidupan kita adalah KEMATIAN karena ia selalu mengintai kita setiap saat, dimanapun dan kapanpun kita berada. Kita selalu mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan namun melupakan untuk menghadapi kematian.

Imam Ghazali : Wahai muridku, menurutmu, apa yang paling BESAR dari kehidupan kita ini?

Murid : Gunung, laut, Alam semesta.

Imam Ghazali : Sesungguhnya yang paling besar dari kehidupan ini adalah HAWA NAFSU karena hawa nafsu dapat membuat orang melek menjadi buta. Baik menjadi buruk. Haram menjadi halal. Hitam menjadi putih.

Imam Ghazali : Wahai muridku menurutmu apa yang paling KECIL dan RINGAN dari kehidupan kita ini?

Murid : Pasir, debu, atom.

Imam Ghazali : Sesungguhnya yang paling kecil dan ringan sdari kehidupan ini adalah MENINGGALKAN SHALAT, bila meninggalkan shalat telah menjadi perkara kecil dan ringan dengan alasan sibuk, bias di qadha atau dibayar fidhyah, maka perkara besar lainnya akan menjadi ringan untuk ditinggalkan.

Imam Ghazali : Wahai muridku menurutmu apa yang paling TAJAM dari kehidupan kita ini?

Murid : Silet, pisau, tobak, mata pedang.

Imam Ghazali :Sesungguhnya yang paling tajam dari kehidupan ini adalah LIDAH karena bila lidah telah melukai hati maka ia akan sulit untuk diobati dan disembuhkan. Karena bila hati telah retak, maka ia tak akan bias lagi untuk diperbaiki.

Sabtu, 16 Mei 2009

Ibunda, Kenapa Engkau Menangis

-->
Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?" Ibunya menjawab, "Sebab, Ibu adalah seorang wanita, Nak," "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."
Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?" Sang ayah menjawab, "Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan." Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya. Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.
Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan."Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?" Dalam mimpinya, Allah menjawab, "Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama.Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman danlembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.
Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima cerca dari anaknya itu.
Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa.
Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.
Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.
Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak? Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi.
Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan."
Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup

Rabu, 06 Mei 2009

Resahan Hati BUNDA



















29 April 2009

Tadi pagi aku berpapasan dengan bunda. Matanya bengkak dan merah, suaranya parau. Bisa dipastikan dia baru saja menangis. Tentu bunda sangat sedih. Semingu lagi beliau tidak akan masak untuk kami lagi, mahasiswa Azhar center. Iba juga melihatnya begitu sedih. Aku bisa memahami perasaanmu bunda.
Malam hari giliranku ambil makanan di rumah bunda. Meski agak sangsi, aku berusaha bersikap seadanya seperti hari-hari biasanya. Anggap saja kalau tidak pernah ada kabar bahwa bunda tidak akan masak untuk kami lagi.
Tapi, ada yang lain dari mimik bunda. Tidak seperti biasanya. Aku juga tak sanggup menatap wajahnya. Wajah yang sudah dimakan usia itu terpancar kesedihan meskipun berusaha ia sembunyikan, matamu tak bisa berbohong bunda
Oh bunda… kau membuat kami serba salah.
Disatu sisi, kami ingin selalu dimasakkan olehmu, karena selama ini keberadaanmu sangat membantu kami, agar kami bisa lebih konsentrasi belajar.
Meskipun terasa berat, Tapi apa boleh buat. ini adalah kebijakan yayasan, dan kami yakin, inilah yang terbaik untuk kami, setidaknya untuk saat ini. Selain itu, alasan yang mendasar juga adalah untuk masa depan kami. Bagaimanapun, kami ini wanita, masa depan kami sebagian besarnya tergantung dapur-dapur kami nantinya. Jujur saja masih ada diantara kami akhwat azhar yang masih terlalu kreatif menanak nasi. Nasi tiga macam. Hangus, masak dan mentah. Ajaib kan?
Untuk meraih kesuksesan memang di butuhkan pengorbanan. Dan kali ini bunda harus ikhlas, merelakan kami, anak-anakmu, lebih mandiri, tidak bergantung terus padamu.
Terima kasih banyak bunda atas pengabdianmu selam 3 tahun ini. Engkau mengajari kami banyak hal, engkau juga memberikan warna bagi perjalan hidup kami. Mengenalmu adalah sebuah ni’mat yang tak akan kami lupakan. Kami hanya bisa berdoa, semoga Allah membalas semual kebaikanmu pada kami semua.
We Love U bunda….