Rabu, 22 Juli 2009

DOA SANG JUARA









Banyak yang posting tulisan ini, kita tidak melihat itu, tapi mari kita memetik hikmah dibalik cerita berikut:

Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri,sebab, memang begitulah peraturannya.

Ada seorang anak bernama Ahmad. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Ahmadlah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya. Yah, memang mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Ahmad bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 "pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya. Namun, sesaat kemudian, Ahmad meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata,

"Ya, aku siap!"

Dor. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing.

"Ayo..ayo... cepat..cepat, maju..maju," begitu teriak mereka.

Ahha...sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan, Ahmadlah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Ahmad. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati.
"Alhamdulillah."

Saat pembagian piala tiba. Ahmad maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya.

"Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Allah agar kamu menang, bukan?"

Ahmad terdiam. "Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan" kata Ahmad.

Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Allah untuk menolongmu mengalahkan orang lain. "Aku, hanya mohon pada Allah supaya aku tak menangis, jika aku kalah."

Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.

Saudaraku..., anak-anak, tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua.
Ahmad, tidaklah memohon pada Allah untuk menang dalam setiap ujian. Ahmad, tak memohon Allah untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Allah mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang, dan menyakiti yang lainnya. Namun, Ahmad, bermohon pada Allah, agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdoa, agar diberikan kemuliaan, dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.

Mungkin, telah banyak waktu yang kita lakukan utuk berdoa pada Allah untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Allah untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa pada Allah, untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal, bukankah yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya?

Kita, sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui? Saya yakin, Allah
memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Sesungguhnya, Allah sedang menguji setiap hamba-Nya yang shaleh.

Jadi Saudaraku....... berdoalah agar kita selalu tegar dalam setiap ujian.
Berdoalah agar kita selalu dalam lindungan-Nya saat menghadapi itu semua.
Amin

Minggu, 19 Juli 2009

Keterbatasan Waktu

Seseorang divonis mati oleh dokter, dan selama sisa hidupnya ia harus didampingi oleh dokter.
Tapi ia memilih keputusan radikal, dia mau menikmati sisa hidupnya dengan berkeliling dunia tanpa dampingan dokter.
Suatu ketika ia pergi berlayar, ia menikmati indahnya samudera luas, menghirup udara lautan yang segar.

Kemudian ia curhat pada nahkoda tentang penyakitnya. Bahwa ia tidak pernah menjadikan penyakitnya itu adalah batas waktunya. Nahkoda pun berdecak kagum padanya, tidak ada kekhawatiran dari ronanya. Wajahnya berbinar, tak nampak dari rautnya bahwa ia mengidap penyakit kronis. Kelihatannya ia begitu bebas tanpa tekanan.
Tiba waktu yang telah ditentukan dokter, tapi ia masih saja hidup, ia tidak mati.
Kenapa?
Karena kebahagiaanya dalam keterbatasan waktu...

Rindu Kebersamaan


Dia.... ukhti yang kukagumi karena kesederhanaannya
Hari ini bertandang ke rumah, seperti biasanya
Tapi kali ini sedikit berbeda
Ketika kusambut dengan wajah ceria
Ia langsung menyalamiku dan mendekapku mesra
Aku terpana tak dapat berkata-kata
Tak biasanya..... Ada apa dengan dia?
Entahlah, aku tak ingin bertanya
Yang jelasnya aku sangat bahagia
Kerinduan moment seperti ini sudah lama terpendam dalam palung jiwa
Kemesraan ukhuwah yang membahana menghangatkan suasana
Membuat perasaanku berbunga-bunga
Wahai kau ukhti bijaksana

Indahnya kebersamaan, kuingin selamanya....

Untuk: Ukht ANH :)
19 Juli 2009

Senin, 13 Juli 2009

Memoar Juli, 13 2006
























Untuk Bapak yang telah kembali ke haribaan-Nya
Mengenang 3 Tahun Silam

Pa….masih lekat lembut wajahmu,
Genang air bening di sudut mata merahmu,
Kelihatan dari sana,
Hidup ini begitu keras menghempaskan jiwamu.
Aku rindu Pa…
Rindu akan sosokmu yang mestinya melindungiku
Pa…lihatlah anakmu ini,
Berjuang dan terus berjuang menjalin mozaik yang telah berpencar entah disebabkan oleh apa, mungkin harta, mungkin tahta, mungkin juga karena memang petaka
Sedih masih saja menyesaki dada saat mengenang semua
Air mata tak sanggup ungkapkan kegalauan jiwa
Bahkan darah sekalipun, hanya mengalir perih tak bersuara
Lihatlah anakmu ini Pa….
Begitu merasa kehilanganmu
Sejak kecil kehilangan wujudmu
Sampai akhirnya kau betul-betul tiada
Lama anakmu ini terkubur dalam kerinduan
Namun apakah kau merasakannya?
Pa….
Aku tak menyesal kau biarkan seperti ini
Yang kutangisi,
Aku belum bisa membuatmu bangga dengan keadaanku
Sebelum kau benar-benar menghadap keharibaan-Nya

Aku memang memang belum siap ketika kau pun meninggalkanku sendiri
Saat itu kaulah satu-satunya tempatku bersandar di bumi
Aku merasa hidupku terkatung-katung
Layaknya domba di tengah kepungan serigala lapar
Penuh ancaman dan ketidaktenangan.
Namun Allah menakdirkan lain
Dan Dialah yang paling tahu
Aku siap ataukah belum
Aku harus percaya dan yakin, itulah yang terbaik!

Tapi Pa….
Kenapa hidup itu terasa seperti belati?
Terus saja menyayat-nyayat luka yang baru mulai mengering
Tak hentinya mencabik-cabik hatiku
Mengoyak perasaanku
Menginjak-injak harga diriku
Membuktikan betapa lemahnya aku
Betapa tak berdayanya aku tanpamu
Namun tak akan kubiarkan mereka merampas mimpi-mimpiku Pa!!
Anakmu ini adalah pejuang
Tak pernah kenal lelah dan putus asa
Kuingin membuat kalian tersenyum bangga
Dari alam barzakh yang ‘kan terus kukenang

Minggu, 12 Juli 2009

PERSEMBAHAN



-->
Wahai kau sahabatku yang paling lembut hatinya, betapa aku senang bisa mengenalmu, kau mengerti semua risauku, meski tak ku ungkapkan. Betapa pengertiannya kamu.
Semoga kau senantiasa memberi arti dalam tiap kehidupan orang-orang yang mengenalmu.
Wahai kau sahabatku yang paling lembut jiwanya, mungkin terlalu lebay...kau sosok yang melankolik, meski ku tahu kau tak suka dengan sebutan itu, tapi memang itulah yang kurasa ketika di dekatmu, bercerita tentang banyak hal, itulah yang aku suka darimu, itulah yang membuatku tahan duduk berlama-lama di sampingmu untuk berbagi rasa, itulah yang membuatku menyayangimu, sikapmu yang lemah lembut senantiasa membuatku selalu ingin menitikkan air mata haru.
Kau meredam gejolak amarahku menjadi benih-benih cinta dan kasih-sayang, dan aku pun berubah menjadi sosok yang tenang.
keegoisanku kau sulap menjadi orang yang paling bijak dalam menyikapi perbedaan dan menjadi sosok yang dewasa dalam persoalan
Semoga kau senantiasa menjadi warna indah dalam pelangi hidup orang-orang di yang ada disekitarmu.
Harus ku akui, aku membutuhkanmu sobat.
Terima kasih atas semua kenangan indah yan telah kita ukir, semoga menjadi kisah klasik esok hari
SEBUAH KISAH KLASIK
by : Sheila On 7
JABAT TANGANKU mungkin untuk yang TERAKHIR kali
Kita berbincang tentang MEMORY dimasa itu
Peluk tubuhku usapkan juga AIR MATAku
Kita terharu seakan TIADA BERTEMU lagi
Bersenang senanglah
karena HARI INI AKAN KITA RINDUKAN
Di hari nanti sebuah KISAH KLASIK untuk masa depan
Bersenang senanglah
Karena waktu ini akan kita BANGGAKAN dihari tua
SAMPAI JUMPA kawanku semoga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk MASA DEPAN
Mungkin diriku MASIH INGIN bersama kalian
Mungkin jiwaku masih haus sanjungan kalian


Rabu, 08 Juli 2009

Sedih : Bukan Bagian Diri Kita

Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa (QS Yunus: 62-63)

Dalam perjalanan panjang ini, suka, duka, senang, sedih, susah dan bahagia datang silih berganti menyapa tiap ayunan langkah kaki kita.
Sejatinya, dalam dakwah ini, tak akan ada duka yang menggerogoti jiwa, karena janji abadi Sang Pengasih “tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati”

Namun pada kenyataannya tak jarang kita bersedih hati, merasa takut tak bisa memberikan sumbangsih padahal kita telah ikrarkan dalam hati, hidup mulia atau mati syahid.

Saudaraku…
Tegaskan pada diri kita, kesedihan bukan bagian diri kita.
Kita adalah orang-orang yang beriman yang senantiasa mendekatkan diri kepada Rabbul Izzati, kita senantiasa bertaqarrub hanya untuk menyandang gelar taqwa, lalu kenapa kita masih saja bersedih? Kesedihan yang entah apa penyebabnya, kadang hadir dan kita tidak tahu dari mana ia berasal.

Saudaraku…
Liahatlah, telitilah, pasti ada yang perlu diperbaiki dari diri kita.
Bila kita selalu saja merasa sedih, maka berdoalah

اللهم إني أعوذ بك من الهمّ و الحزن

Sepertinya kita perlu memperbaiki kedekatan kita pada-Nya
Mungkin saja, tanpa kita sadari ternyata kita jauh dari-Nya.

Allahu A’lam

Senin, 06 Juli 2009

S A H A B A T


-->
Sahabatku bukan malaikat, ia tak punya sayap, ia tidak bisa terbang ke langit, tapi ia selalu membantuku tuk terbang menggapi mimpi-mimpiku.

Sahabatku bukan professor, ia tak bisa menghafal lebih dari 100 kata per hari, tapi ia bisa menjelaskan dunia dan makna cinta kepadaku

Sahabatku bukan pelawak, ia tidak lucu dan konyol, ia bukan badut, tapi ia bisa menghiburku

Sahabatku bukan Tuhan yang selalu memenuhi kebutuhan dan harapanku, tapi ia membuatku mengerti bahwa kami saling membutuhkan.

Terima kasih SAHABAT, atas segala perhatian dan kebaikanmu.

R A P U H


-->
“Ternyata, ana rapuh sobat.” Keluh seorang kawan.
Jadi ingat nasyidnya Mas Opick nih, nyanyi dulu ah….
RAPUH
Detik waktu terus berjalan
Berhias gelap dan terang
Suka dan duka, tangis dan tawa
tergores bagai lukisan
Seribu mimpi berjuta sepi
Hadir bagai teman sejati
Di antara lelahnya jiwa
Dalam resah dan air mata
Kupersembahkan kepada-Mu
Yang terindah dalam hidupku
Reff:
Meski kurapuh dalam langkah
Kadang tak setia kepada-Mu
Namun cinta dalam jiwa
Hanyalah pada-Mu
Maafkanlah bila hati
Tak sempurna mencintai-Mu
Dalam dada kuharap hanya
Diri-Mu yang bertahta
Detik waktu terus berlalu
Semua berakhir padamu
Subhanallah, liriknya sangat menyentuh. Tau nggak teman-teman, awal ku dengar nasyid ini, mataku langsung terasa hangat, dadaku sesak, tangispun pecah dalam haru biru. Hiks…8x
Kembali ke laptop:
Ngomong-ngomong tentang RAPUH itu sendiri, yang terlintas dalm benakku adalah rumah yang tiangnya mulai lapuk. Biasanya, orang akan menyandingkan kayu lapuk itu dengan kayu lain yang cukup kuat untuk menyokong tiang itu supaya rumahnya tidak roboh.
Nah, bagaimana kalau yang rapuh itu ternyata jiwa kita?
Itu artinya kita butuh penyokong. Kita butuh orang lain yang bisa mendukung, mensupport kita. Iya nggak?
Kita butuh sahabat, cerminan diri yang ‘kan senantiasa mengingatkan kita, membantu kita dalam berta’abbud dan bertqarrub pada-Nya.
Saudaraku…
Dalam mengarungi bahtera dakwah yang tak berujung ini, sejatinya, kita butuh teman. Sebagaimana Rasulullah SAW kepada Abu Bakar RA, beliau adalah rafiqah (sahabat sejati) baginya. Seperti Musa AS yang membutuhkan Harun AS, dan keduanyapun dipersaudarakan di jalan-Nya.
Mari kita senantiasa bermunajat, melantunkan do’a Nabi Zakariyya AS dalam QS Al-Anbiya’ : 89
ربّ لا تذرني فردا و أنت خير الوارثين
Wahai Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, dan Engkaulah Waris yang paling baik
Saudaraku, tetap tegar dengan selaksa dakwah, sesungguhnya, kita tak pernah sendiri.
لا تحزن إنّ الله معنا