Senin, 13 Juli 2009

Memoar Juli, 13 2006
























Untuk Bapak yang telah kembali ke haribaan-Nya
Mengenang 3 Tahun Silam

Pa….masih lekat lembut wajahmu,
Genang air bening di sudut mata merahmu,
Kelihatan dari sana,
Hidup ini begitu keras menghempaskan jiwamu.
Aku rindu Pa…
Rindu akan sosokmu yang mestinya melindungiku
Pa…lihatlah anakmu ini,
Berjuang dan terus berjuang menjalin mozaik yang telah berpencar entah disebabkan oleh apa, mungkin harta, mungkin tahta, mungkin juga karena memang petaka
Sedih masih saja menyesaki dada saat mengenang semua
Air mata tak sanggup ungkapkan kegalauan jiwa
Bahkan darah sekalipun, hanya mengalir perih tak bersuara
Lihatlah anakmu ini Pa….
Begitu merasa kehilanganmu
Sejak kecil kehilangan wujudmu
Sampai akhirnya kau betul-betul tiada
Lama anakmu ini terkubur dalam kerinduan
Namun apakah kau merasakannya?
Pa….
Aku tak menyesal kau biarkan seperti ini
Yang kutangisi,
Aku belum bisa membuatmu bangga dengan keadaanku
Sebelum kau benar-benar menghadap keharibaan-Nya

Aku memang memang belum siap ketika kau pun meninggalkanku sendiri
Saat itu kaulah satu-satunya tempatku bersandar di bumi
Aku merasa hidupku terkatung-katung
Layaknya domba di tengah kepungan serigala lapar
Penuh ancaman dan ketidaktenangan.
Namun Allah menakdirkan lain
Dan Dialah yang paling tahu
Aku siap ataukah belum
Aku harus percaya dan yakin, itulah yang terbaik!

Tapi Pa….
Kenapa hidup itu terasa seperti belati?
Terus saja menyayat-nyayat luka yang baru mulai mengering
Tak hentinya mencabik-cabik hatiku
Mengoyak perasaanku
Menginjak-injak harga diriku
Membuktikan betapa lemahnya aku
Betapa tak berdayanya aku tanpamu
Namun tak akan kubiarkan mereka merampas mimpi-mimpiku Pa!!
Anakmu ini adalah pejuang
Tak pernah kenal lelah dan putus asa
Kuingin membuat kalian tersenyum bangga
Dari alam barzakh yang ‘kan terus kukenang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Nasehatnya, Jazakumullahu khair